Irbar Alumni TK Aisyiyah Masamba

Uncategorized1159 Dilihat

Alumni TK Aisyiyah Masamba

Masamba di Tahun 1967. Sudah beberapa tahun saya tinggal di Masamba. Mengikuti ayah yang sedang bertugas di sana. Sebagai Kepala Distrik Masamba. Mungkin setingkat camat sekarang ini. Waktu itu, kebanyakan kepala distrik memang dari kalangan tentara atau polisi. Ayah saya, Matta Senobua, adalah seorang polisi. Saya lupa pangkatnya waktu itu.

Menurut ibu saya, Dorkas Likku Pampang Allo. Di rumah dinas kepala distrik, sering kedatangan tamu. Kalau tamu itu datangnya dari jauh, seperti Makassar, biasanya di rumah dinas kepala distrik lah mereka menginap.

Seperti halnya Panglima Kodam XIV Hasanuddin, kala itu, Solihin GP. Bila sedang melakukan kunjungan kerja ke Tana Luwu, lebih sering memilih Masamba sebagai tempat menginapnya. Biasanya, dia berada di Masamba dua tiga hari. Di rumah dinas kepala distrik lah dia menginap. Tidak jarang, panglima mengikutkan ku di jeepnya bila sedang berkeliling kota.

Walau menginapnya hanya dua tiga hari saja, akan tetapi keakraban antara Bapak Solihin GP dengan ayah saya dan keluarga, terlihat di keseharian itu. Bahkan Bapak Panglima mengundang keluarga kami untuk bertandang ke kediamannya bila sedang di Makassar. Dan beberapa tahun kemudian, ayah dan ibu beserta saya berkesempatan memenuhi undangan panglima tersebut. Sayang sekali, kami tak sempat berjumpa dengannya, karena Bapak Panglima sedang dinas luar kota waktu itu.

Usia ku kini memasuki lima tahun. Saatnya untuk sekolah taman kanak-kanak. Di wilayah Distrik Masamba kala itu, hanya ada satu sekolah Taman Kanak-Kanak. Yakni TK Aisyiyah Muhammadyah Masamba. Maka bersekolah lah saya di TK Aisyiyah Muhammadyah ini. Walau pun saya sendiri dilahirkan beragama Kristen.

Semua pelajaran dari guru di taman kanak-kanak itu saya ikuti. Termasuk menghapal surat-surat pendek, dan doa-doa. Seperti do’a sebelum makan, doa keluar rumah, dan doa sebelum belajar. Bahkan sesekali saya juga disuruh tampil ke depan kelas untuk menghapal surat-surat pendek dan doa-doa.

Belakangan saya ketahui, bahwa di sekolah taman kanak-kanak tersebut ada dua orang teman yang beberapa tahun kemudian seangkatan di SMA. Yakni Triyono Kusnan, seorang insinyur teknik sipil yang kini pengusaha perhotelan di Masamba. Dan Lily Kaliso, alumni IKIP Ujungpandang sekarang pensiunan PNS. Sebelum pensiun, adalah Kepala Bidang di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Palopo.

Letak TK Aisyiyah Muhammadyah berada tepat di jantung Kota Masamba. Hanya berseberangan jalan dengan Monumen Masamba Affair sekarang. Di monumen itu, ada patung lelaki yang berdiri tegar, di tangan kanannya memegang badik dan di tangan kirinya memegang senjata api. Lelaki yang dipatung itu, menurut catatan sejarah bernama Lesangi.

Lesangi, seorang pemuda pejuang. Dia tewas dalam suatu pertempuran tatkala para pemuda Masamba yang dipimpin Kasim Kasmad dan Andi Attas melakukan penyerangan terhadap markas militer Belanda. Peristiwa ini diabadikan dengan peristiwa Masamba Affair yang berlangsung pada tanggal 29 Oktober 1949.

Serangan terhadap markas militer Belanda di Masamba berawal saat Salawati Daud, seorang aktivis pergerakan pemuda, mengampanyekan penolakan terhadap kehadiran kolonialis Belanda di Sulawesi. Dalam gerakan ini, Salawati berkeliling Sulawesi Selatan untuk memassalkan gerakan ini, termasuk di Masamba.

Setibanya di Masamba, bersama beberapa pemuda seperti Kasim Kasmad dan Bakri Nantang, mereka melakukan penyerangan terhadap tangsi Belanda dan berhasil merebut sejumlah pucuk senjata.

Bermodalkan senjata rampasan tersebut, penyerbuan bergeser ke penjara Belanda dan berhasil membebaskan sejumlah tahanan politik dari Tentara Kawanan Rakyat (TKR) Luwu, seperti Andi Attas.

Setelah peristiwa penyerangan penjara Belanda, selanjutnya pemuda Masamba melakukan gerilya dengan membagi dua pasukan. Satu pasukan dipimpin Kasim Kasmad, dan pasukan lainnya dipimpin Andi Attas.

Di saat bergerilya, pecah perang dengan pihak Belanda di Rompo, sebuah desa dalam wilayah Distrik Masamba, kurang lebih 10 kilometer dari pusat Kota Masamba. Dalam pertempuran di Rompo ini, pemuda Lesangi tewas.

Untuk mengenang pengorbanan pemuda Lesangi, maka di atas monumen Masamba Affair dibikin patung yang menyerupai Lesangi. Patung itu memperlihatkan seorang pemuda yang gagah berani dan kuat sedang memegang badik di tangan kanannya dan sepucuk senjata api di tangan kirinya.

Masamba kini sudah jauh berbeda. Sejak Tahun 1999, Masamba telah menjadi ibukota dari sebuah Daerah Otonomi Baru (DOB) setingkat kabupaten. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tertanggal 27 April 1999, maka terbentuklah Kabupaten Luwu Utara dengan ibukotanya Masamba.

Kurang lebih 40 tahun lamanya diperjuangkan, barulah terwujud Masamba menjadi sebuah kabupaten. Terhitung sejak Tahun 1959. Melalui Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan yang mengamanatkan bahwa semua daerah eks onder afdeling di Sulawesi Selatan, termasuk onder afdeling Masamba akan ditingkatkan statusnya menjadi kabupaten. Akan tetapi perjuangan ini menjadi gagal, akibat pertimbangan keamanan yang kurang kondusif di saat itu.

Perjuangan untuk mewujudkan Masamba sebagai kabupaten tersendiri, kembali muncul di Tahun 1963. Diawali dengan lahirnya Resolusi DPRD-GR Kabupaten Tingkat II Luwu pada Tanggal 2 Mei 1963. Disusul adanya penguatan dari hasil sidang paripurna DPRD-GR Provinsi Sulawesi Selatan yang menyetujui eks kewedanaan atau eks under afdeling Masamba sebagai suatu kabupaten tingkat II. Namun perjuangan ini lagi-lagi mengalami kegagalan, karena adanya peralihan pemerintahan dari orde lama ke orde baru yang cenderung sentralistik dan kontrol pusat terhadap daerah sangat kuat.

Impian untuk menghadirkan sebuah kabupaten di wilayah Masamba dan sekitarnya kembali mencuat menyusul lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah. Seiring dengan bergulirnya iklim reformasi, undang-undang ini mengubah mekanisme pemerintahan yang mengarah pada otonomi daerah.

Akhirnya, melalui Undang-undang Nomor 13 Tahun 1999 tertanggal 27 April 1999 lahirlah Kabupaten Luwu Utara sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) hasil pemekaran dari Kabupaten Luwu, dengan Masamba sebagai ibukota kabupaten.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *