Pata: Ada di Lontara
Kata ‘pata’ setidaknya disebutkan di Lontara I Lagaligo sebanyak dua kali. Pertama, sebagai gelaran yang disematkan kepada Raja Luwu ke IX, Lamariawa. Memerintah dari Tahun 1458 M sampai 1465 M. Atau hanya kurang lebih tujuh tahun lamanya. Raja Lamariawa digelari Datu MapataE.
Apa arti kata ‘pata’ dalam gelar Raja Lamariawa, Datu Ma-pata-E?
Lamariawa naik tahta, bukan sebagai putra mahkota. Raja Luwu VIII bernama Batara Guru (Bukan Batara Guru yang Raja I Luwu) saat wafat memiliki anak yang masih kecil-kecil. Disebutkan, Batara Guru mempunyai dua anak; Risaung Lebbi dan Erangga. Sehingga oleh Dewan Hadat menyepakati untuk memilih Lamariawa menjadi Raja IX. Lamariawa sendiri adalah paman dari Batara Guru, adik dari Tompanange (ayahnya Batara Guru). Tompanange sendiri adalah Raja Luwu VII, memerintah dari Tahun 1402M hingga Tahun 1426M.
Pilihan kepada Lamariawa untuk menjadi Raja Luwu IX menggantikan Batara Guru, tidak terlepas dari sifat dan perangainya yang disebut MapataE itu, yang nantinya justeru menjadi gelarnya; Datu MapataE.
Disebutkan dalam Lontara I Lagaligo, bahwa Lamariawa orangnya sabar, berjiwa terbuka, serta pergaulannya merakyat. Sehingga dia juga disebut ‘Macenning Wegang’ atau sangat manis.
Lamariawa berpribadi menyenangkan semua orang. Pertimbangan selalu dikedepankan sehingga dianggap lamban dalam bertindak. Pada masa pemerintahnnya, Luwu berada dalam kedamaian.
Di hadapan pasukan perang kerajaan yang setiap hari berlatih di markasnya yang berkedudukan di Kamanre, Lamariawa bergelar Datu MapataE selalu tampil memberikan nasihat. Dia selalu mengatakan, betapa pentingnya ketenangan hidup itu. Kewaspadaan yang perlu diutamakan. Bagi Lamariawa, keberanian memang penting. Namun yang lebih penting dari itu, adalah kehati-hatian. Itu lah sebabnya dia digelari Datu MapataE.
Kedua. Kata ‘pata’ disebutkan kedua kalinya dalam lontara atau aturan dasar kerajaan. Disebutkan:
“mate mua mapata’E, iya kiya matepi dua tellu tau masolla-solla’E”
Yang artinya, kurang lebih:
“Meninggal juga orang yang hati-hati, akan tetapi setelah meninggal dua atau tiga orang yang sembrono.”
Apa kaitannya, peristiwa abad XV atau sekitar 600 tahun silam dengan kekinian. Kaitannya, hanya soal kata ‘pata’ tadi. Di kekinian, menjelang perhelatan Pilkada Kabupaten Luwu 2024 ini, ada nama yang sangat erat kaitannya dengan kata ‘pata’ tadi. Dia disapa sehari-hari dengan panggilan Pata. Pria berusia 52 tahun ini bernama lengkap Patahuddin. Karakternya rada mirip Raja Lamariawa Datu Mapata’E, sangat berhati-hati dan mengedepankan pertimbangan sebelum bertindak. Yang pasti tidak sembrono, masolla-sollaE, sebutnya di lontara.(w)